Juri Kompetisi Film Dokumenter Indonesia

Kategori Dokumenter Panjang

John Badalu

John Badalu adalah salah satu pendiri Q! Film Festival yang berdiri sejak tahun 2002. Dia juga bekerja untuk Berlin Film Festival, Shanghai Film Festival, Puchon Fantastic Film Festival and Arte Festival. Sempat menjadi dosen paruh waktu di London School Of Public Relations, John yang sempat kuliah di University of Bologna DAMS ini juga mulai menjajaki pekerjaan sebagai produser and publisis film. Parts of The Heart (Paul Agusta), Vakansi Yang Janggal Dan Penyakit Lainnya (Yosep Anggi Noen), What They Don't Talk About When They Talk About Love (Mouly Surya) adalah film-film dimana dia terlibat sebagai co-produser.
---
He is one the founder of Q! Film Festival since 2002. He had worked for Berlin Film Festival, Shanghai Film Festival, Puchon Fantastic Film Festival and Arte Festival. He used to be a part-time lecturer in London School of Public Relations, John who has been studied in University of Bologna DAMS also starts to work as a producer and film publisher. Parts of The Heart (Paul Agusta), Vakansi Yang Janggal Dan Penyakit Lainnya (Yosep Anggi Noen), What They Don't Talk About When They Talk About Love (Mouly Surya) are films which he was involved as a producer.

Riri Riza

Lahir di Makassar 2 Oktober 1970. Riri Riza lulus dari program Diploma III Penyutradaraan Film Institut Kesenian Jakarta pada tahun 1993. Ia membuat film cerita secara gerilya berjudul KULDESAK yang diputar di bioskop di Indonesia pada tahun 1998.  Sebuah film dokumenter yang dibuatnya pada tahun 1999 yang tentang Indonesia dalam perubahan, Tuti’s Story, diputar di jaringan televisi di Hongkong, Vietnam, Inggris dan Australia.  Riri mendapat beasiswa Chevening Awards pada tahun 2000 dan menyelesaikan program Master in Feature Films Screenwriting dari Royal Holloway University of London pada tahun 2001.  Bersama dengan produser Mira Lesmana di Miles Films, Riri kemudian memfokuskan diri pada produksi film cerita dengan menyutradarai Petualangan Sherina tahun 2000, Eliana Eliana (2002), GIE (2005), Untuk Rena (2005), 3 Hari Untuk Selamanya (2007). Film LASKAR PELANGI (2008) didasarkan pada novel laris ANDREA HIRATA memecahkan rekor penonton film di Indonesia, dengan menjual lebih dari 4,7  juta tiket bioskop. Kembali membuat film di tahun 2012, ATAMBUA 39OCelsius diputar perdana pada sesi kompetisi Tokyo International Film Festival 2012. Tahun ini, Riri Riza merilis film terbarunya, Sokola Rimba.
---
He was born in Makassar, October 2nd 1970. Riri Riza has been graduated from Diploma Program of Film Directorial Jakarta Institute of Arts on 1993. He made a story with title KULDESAK which was played on the cinema 1998. His documentary film that he made on 1999 about Indonesia in change, Tuti’s Story, was played on television in Hongkong, Vietnam, Inggris and Australia. Riri got a scholarship Chevening Awards on 2000 and had finished Master in Feature Films Screenwriting from Royal Holloway University of London on 2001. With Mira Lesmana as the producer in Miles Films, Riri then choose to keep focus on producing film and directed Petualangan Sherina (2000), Eliana Eliana (2002), GIE (2005), Untuk Rena (2005), 3 Hari Untuk Selamanya (2007). His amazing film Laskar Pelangi (2008) based on a famous novel written by Andrea Hirata has broke the record and successfully sold 4.7 millions ticket. Start to make a film in 2012, Atambua 39oCelsius had premiered in a competition session on Tokyo International Film Festival 2012. This year, he release his newest film, Sakola Rimba.

Hariadi Saptono

 
Hariadi Saptono memulai karir jurnalistiknya sebagai wartawan KOMPAS pada 1985. Sempat mengikuti Studi Jurnalistik News Straits Time di Malaysia pada tahun 1990. Pada 1993 ia menjabat sebagai wakil editor Pendidikan dan Kebudayaan KOMPAS. Mengepalai Biro Kompas, Jateng-DIY (2001) dan DIY (2003). Selanjutnya Hariadi Saptono menjabat sebagai Kepala Desk Humaniora (2006), Kepala Desk Nusantara (2009). Tulisan-tulisannya umumnya membahas seputar seni dan kebudayaan. Terbukti dari penghargaan jurnalistik di bidang kebudayaan yang diraihnya pada tahun 1998. Selain bergiat di bidang jurnalistik, Hariadi Saptono juga menulis dan mementaskan beberapa sejumlah naskah drama. Sejak 2011, ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif Bentara Budaya.
---
He started his career as a journalist for KOMPAS on 1985, he joined Journalistic Study of News Straits Time in Malaysia on 1990. Then he became an assistant director of Education and Culture in KOMPAS. He conducted Kompas Bureau, Central Java-Yogyakarta (2001) and Yogyakarta (2003). He became a Humanities Desk Head (2006), National Head Desk (2009). His works usually are about art and culture. He had gained a journalistic awards in culture subject on 1998.  He also wrote and performed some of his drama scripts. Since 2011 he became an Executive Director of Bentara Budaya.

Kategori Dokumenter Pendek


Kuntz Agus Nugroho

Kuntz Agus adalah pekerja film yang tinggal di Yogyakarta. Bergabung dengan Komunitas Dokumenter Indonesia sejak 2003. Kuntz menyelesaikan short course film management and marketing di Deutsche Welle Akademie. Salah satu karyanya adalah film pendek yang berjudul “Marni” yang mengambil tema tentang Penembakan Misterius (Petrus). Awal tahun 2012, Kuntz merilis film panjang pertamanya #republiktwitter.
---
Kuntz Agus is a filmmaker who lives in Yogyakarta. He had joined Indonesian Documentary Community since 2003. He finished his short course film management and marketing at Deutsche Welle Akademie. One of his notable work is “Marni” a short movie with the theme of Petrus (the mysterious killer, a phenomenal in Indonesia in 1980’s). He released his first feature film #republiktwitter in early 2012.

Vivian Idris

Bekerja di dunia film meliputi film festival; Jiffest (2001-2003), KidsFfest (2009-2010), Vfest (2009). Bersama Kalyana Shira Foundation mengerjakan Project Change! Sebuah workshop masterclass dokumenter dengan fokus Perempuan (2008-sekarang), mengadakan diskusi dan workshop film, Juri Produser Panel L.A. Indiefest (2009-2011). Memproduksi dan menyutradarai film dokumenter Guru Rimba, dimanapun Jadi Sekolah di bawah bendera Secret Prayer (2010) dan co-founding Biru Terong Initiative (2011) yang merupakan gerakan untuk film dan pendidikan. Menjadi Juri kompetisi film dokumenter di FFI 2011 dan Juri kompetisi dokumenter 21 Short Film Festival 2012.
---
Had worked in film industry including film festival; Jiffest (2001-2003), KidsFfest (2009-2010), Vfest (2009). He and Kalyana Shira Foundation working on Project Change! a masterclass documentary workshop with Perempuan as the main focus (2008 until now), arranged a film discussion and workshop, as a Judge Panel Producer on L.A Indiefest (2009-2011). Produced and directed documentary film Guru Rimba, Dimanapun Jadi Sekolah Di Bawah Bendera, Secret Player (2010) and co-founding Biru Terong Initiative (2011) which is an organization for film and education. As a judge for documentary film competition in Indonesia Film Festival (FFI) 2011 and a judge for documentary competition 21 Short Film Festival 2012.

Adrian Jonathan Pasaribu

Penonton film dari kecil sampai sekarang. Lahir di Pasuruan 28 April 1988 dan lulus dari Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2011. Sehari-hari berproses di Yayasan Konfiden sebagai anggota redaksi filmindonesia.or.id, sembari mengembangkan cinemapoetica.com sebagai media untuk berbagai asa, rasa, dan aksara. Juga aktif berkegiatan sebagai kurator untuk Festival Film Solo dan ARKIPEL International Documentary & Experimental Film Festival, dan sempat berpartisipasi dalam Berlinale Talent Campus 2013 sebagai perwakilan Indonesia untuk bidang kritik film. Sebelumnya, dari 2007 sampai 2010, rajin mondar-mandir di Kinoki, bioskop alternatif di Yogyakarta, sebagai pengurus program.
---
A movie lover since he was child until now. He was born in Pasuruan, April 28th 1988 and has been graduated from Department of Communication Science in Gadjah Mada University on 2011. He is a member of filmindonesia.or.id while evolve cinemapoetica.com as a media to shares discouraged, sense and characters. He also active as a curator for Film Festival in Solo and ARKIPEL International Documentary & Experimental Film Festival, and was participated in Berlinale Talent Campus 2013 as a representation from Indonesia in film criticism area. He used to be a program officer from 2007-2010 on Kinoki, an alternative cinema in Yogyakarta.

Kategori Dokumenter Pelajar

Lulu Ratna


Lulu Ratna lahir di Jakarta. Lulus dari jurusan Antropologi, Universitas Indonesia. Bekerja sebagai pekerja lepas event organizer khusus acara film sejak 1999, terakhir sebagai Direktur Festival "Europe On Screen" (2007-2011). Penggiat film pendek Indonesia sejak tahun 2003 melalui Organisasi Boemboe dan menjadi programmer tamu film pendek Indonesia di beberapa festival film. Pernah menjadi juri festival film seperti Festival Film Pendek Internasional Hamburg 2003, Human Rights Award di Rotterdam 2005, FFI 2005-2006 kategori Film Pendek, Tampere 2007, Youth New Wave Film Festival Sri Lanka 2008, Festival Film Dokumenter Yogyakarta 2009-2010, Jogja-Netpac Asian Film Festival 2011, XXI Short Film Festival 2013 serta berbagai kompetisi film pendek tingkat kampus. Kini bekerja sebagai Project Assistant di DocNet Southeast Asia bersama Goethe-Institut Indonesien dan sebagai Managing Director Festival Film Dokumenter dua tahunan "ChopShots"  sejak 2012.
---
She was born in Jakarta. When she had been graduated from Department of Anthropology in University of Indonesia, she had worked as an event organizer for film event since 1999, lastly as a Festival Director “Europe On Screen” (2007-2011). She has been a fan of short film in Indonesia since 2003 and had joined Boemboe Organization and became a film programmer in Indonesia for some film festival. She has been a judge in Hamburg International Short Film Festival 2003, Human Rights Award in Rotterdam 2005, FFI (Indonesia Film Festival) 2005-2006 category short film, Tampere 2007, Youth New Wave Film Festival in Sri Lanka 2008, Yogyakarta Documentary Film Festival 2009-2010, Jogja-Netpac Asian Film Festival 2011, XXI Short Film Festival 2013 and some of short film competition. Now she works as a Project Assistant in DocNet Southeast Asia with Goethe-Institut Indonesien and as a Managing Director Documentary Film Festival “ChopShots” since 2012.

Ifa Isfansyah

Ifa Isfansyah lahir di Jogjakarta pada tahun 1979 dan berhasil menyelesaikan studinya di Jurusan Televisi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Pada tahun 2001, bersama beberapa teman membuat komunitas film bernama Fourcolours Films dan mulai aktif memproduksi film-film pendek. Tahun 2006, Ifa mendapatkan beasiswa dari  Asian Film Academy di Busan Int’l Film Festival untuk melanjutkan studi penyutradaraannya di Im Kwon Taek College of FIlm & Performing Art, Korea Selatan.
Setelah menyelesaikan studinya di Korea, ia mengerjakan film panjangnya yang pertama bersama SBO Films dan Mizan Productions dengan judul Garuda di Dadaku dan berhasil meraih box office dengan 1,4 juta penonton. Film panjang keduanya, Sang Penari, dinobatkan sebagai Film Terbaik pada Festival Film Indonesia 2011 sekaligus mengantarkannya meraih penghargaan sebagai Sutradara Terbaik Indonesia tahun 2011. Tahun 2012 kembali merilis film anak-anak dengan kemasan fantasi musikal dari lagu-lagu AT Mahmud, Ambilkan Bulan. Tahun 2012 merelease film Rumah dan Musim Hujan di International Film Festival Rotterdam dan 9 Summers 10 Autumns. Sekarang bersama Mira Lesmana sedang menyiapkan sebuah film silat klasik berjudul Pendekar Tongkat Emas.
---
Ifa Isfansyah was born in Yogyakarta on 1979 and has been graduated from Department of Television on Indonesian Arts Institute Yogyakarta. On 2001, with his friends they decided to make a film community named Fourcolors Films and produced short films. On 2006, he got a scholarship from Asian Film Academy in Busan Int’l Film Festival to continue his directing study in In Kwon Taek College of Film & Performing Art, South Korea. After finished his study, he started to work on his first movie with SBO Films and Mizan Productions with the title Garuda Di Dadaku and successfully made its way to box office. His second movie, Sang Penari, was named as “The Best Film” in Indonesia Film Festival 2011. On 2012 he released a musical fantasy film as the theme based on songs from A.T Mahmud (Indonesian composer of children's songs), Ambilkan Bulan. He had released Rumah dan Musim Hujan in International Film Festival Rotterdam and 9 Summers 10 Autumns as the next film in 2012. Now he is getting ready again to make a classic martial arts film with Mira Lesmana named Pendekar Tongkat Emas.

Ag. Prih Adiartanto

Agustinus Prih Adiartanto, lebih sering dipanggil agus prih atau goesprih. Lahir di Wonogiri, 7 Oktober 1967. Ayah dari 2 orang putri dan seorang istri. Pendidikan S-1: Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sanata Dharma (1994), S-2: Instructional Leadership Loyola University Chicago (2009). Mengajar di SMA De Britto sejak 1995-sampai sekarang. Sebagai dosen luar biasa di FKIP Universitas Sanata Dharma (2009-2013). 1996-2004 sebagai pembimbing teater de britto. 2003-2007 guru seni teater di kelas bahasa SMA Kolese De Britto. Per Juli 2013 ditugaskan sebagai Kepala SMA Kolese De Britto. Pencinta sastra dan film. Pernah menjadi salah satu pembicara dalam launching film pendek multikultur "Cheng Cheng Po" (2007) karya B.W. Purbanegara (Popo) yang mendapat penghargaan di Festival Film Pendek Konfiden (2007) dan film pendek terbaik dalam FFI 2008.
---
Agustinus Prih Adiartanto, people usually called him Agus Prih or Goesprih. He was born in Wonogiri, October 7th 1967. A lovable father with two daughters and wife. His undergraduate degree: Indonesian Language and Literature Education in Sanata Dharma University (1994), master degree: Instructional Leadership Loyola University Chicago (2009). He teaches in De Britto High School since 1995 until now. As an outstanding lectu
rer in Sanata Dharma University (2009-2013), 1996-2004 as a theater counselor in De Britto High School, 2003-2007 as a theater arts teacher in the language grade of De Britto High School. On July 2013 as a headmaster of De Britto High School, a philology and film lover. Used to be a speaker of multicultural short movie launching, “Cheng Cheng Po” (2007) by B.W Purbanegara (Popo) who gained an award in Konfiden Short Film Festival (2007) which also has been the greatest short film on FFI (Indonesia Film Festival) 2008.
 
Copyright © Forum Film Dokumenter 2013 FFD
Design by FBTemplates | BTT