Dec 10, 2013

Festival Film Dokumenter 2013 Resmi Dibuka

© 2013 FFD
Bertempat di Gedung Societet Militaire, Taman Budaya Yogyakarta, hari Senin (9/12) Festival Film Dokumenter  (FFD) resmi dibuka. Pembukaan ini  diawali dengan penampilan solo dari  Lica Cecato, penyanyi jazz asal Brazil, kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Fransiscus Apriwan (Iwan) selaku Direktur Festival Film Dokumenter 2013. Dalam sambutannya, Iwan secara singkat mengulas mengenai FFD yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2002. “Visi dari FFD sendiri adalah untuk mempertemukan filmmaker dengan penonton,”  tuturnya. Lebih jauh, Iwan menambahkan, festival semacam ini menawarkan ruang untuk mengkritisi berbagai macam permasalahan dalam berbagai bidang, yang kemudian tertuang dalam film dokumenter. Mengangkat tema No Bond No Boundaries, pengunjung diajak merefleksikan segala ikatan yang ada—yang dapat direnggangkan ataupun direkatkan, serta bagaimana kita dapat melihat maupun menciptakan batas-batas.



© 2013 FFD


Ada dua hal berbeda dalam penyelenggaraan Festival Film Dokumenter tahun ini. Pertama, untuk pertama kalinya prosedur pemesanan tiket dibuka secara online bagi yang tertarik untuk menonton film di FFD. Pemesanan ini bertujuan supaya FFD sendiri menjadi lebih dekat dan lebih mengenal para penontonnya. Kedua, festival kali ini lebih terbuka dan menjadi ruang bersama bagi kaum difabel  dengan diadakannya kerjasama dengan berbagai komunitas.

Sebagai puncak acara pembukaan, diputarkan sebuah film berjudul I am Breathing. Film ini bercerita mengenai seorang laki-laki sekaligus ayah bernama Neil Platt yang mengidap  penyakit Motor Neurone Disease, sebuah penyakit saraf yang mengakibatkan anggota tubuhnya mengalami kelumpuhan secara bertahap mulai dari tangan hingga kaki sampai pada akhirnya hanya bagian leher hingga kepala sajalah yang dapat digerakkan.

Menyadari keterbatasan tersebut, Neil tetap berusaha agar Oscaranaknyatetap bisa mengenal sosoknya sebagai ayah sekaligus mengikuti tumbuh kembang Oscar. Berbagai macam cara dilakukan untuk dapat tetap menjaga kedekatan dan membangun suatu ikatan  dengan Oscar, termasuk dengan membangun ruangan khusus dimana Neil tetap bisa mengawasi Oscar ketika bermain di luar. Selain itu,  Neil beruntung karena memiliki kebiasaan mengabadikan saat-saat penting dalam hidupnya dalam bentuk rekaman video. Beberapa rekaman video yang menampilkan kondisi Neil ketika masih sehat juga ditampilkan dalam film ini. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kesadaran seseorang akan penggunaan video sebagai sarana untuk menyimpan kenangan. Dari sini, kita bisa memahami bahwa kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang, maka tidak ada salahnya bila kita menyimpan kenangan tersebut dalam bentuk yang lebih nyata berupa gambar-gambar bergerak. Yang tidak kalah menarik, Neil juga membagikan kisahnya dalam menghadapi hari-hari terakhir dalam hidupnya melalui tulisan di sebuah blog. Bahkan kisah inspiratif ini juga ditampilkan oleh media lain  seperti video yang tersebar melalui internet. Tepat menjelang tulisan keseratus, kondisi  Neil makin memburuk. Neil kehilangan kekampuannya untuk menelan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Kunjungan ini sekaligus sebagai kunjungan terakhir Neil ke rumah sakit.

Secara jelas, dalam film ini kita bisa melihat batasan yang tipis antara kehidupan dan kematian dimana seseorang masih memiliki pemikiran dan kesadaran namun tidak bisa berbuat banyak karena mengalami kelumpuhan. Neil, meski dihadapkan dengan keterbatasan untuk memberikan respons terhadap apa yang terjadi di sekitarnya, berupaya agar Oscar tidak kehilangan memori mengenai sosok ayah dalam hidupnya. Selain itu, dalam film ini juga tampak adanya ikatan antara Neil dengan sang istri, Louise, yang dengan setia mendampingi Neil dalam empat tahun usia perkawinan mereka.


 
Copyright © Forum Film Dokumenter 2013 FFD
Design by FBTemplates | BTT